Rabu, 04 Maret 2015

CARA PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN PERCOBAAN

CARA PEMBERIAN OBAT

I.                   Tujuan
1.      Untuk dapat mengenal teknik – teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian.
2.      Untuk dapat menyadari berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya.
3.      Untuk dapat menyatakan konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya.

II.                Prinsip
Berdasarkan rute pemberian obat pada hewan percobaan beserta pengaruhnya atau efek obat yang diberikan pada hewan tersebut.

III.             Teori
Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa tersebut disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat. Karena itu dikatakan farmakologi  merupakan seni menimbang ( the art of weighing).
Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan hewan coba. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu cara membuat, menformulasi, menyimpan dan menyediakan obat.
Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat.
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep.
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu :
1)      Jalur Enternal
Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI), seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral. Pemberian melalui oral merupakanjalur pemberianobat paling banyak digunakankarena paling murah, paling mudah, dan paling aman. Kerugian dari pemberian melalui jalur enternal adalah absorpsinya lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak dapat menelan. Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain alasan di atas juga alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan dianjurkan jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk kepentingan emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan secara enteral.
2)      Jalur Parenteral
Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam trakea menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal.
Abrobsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian kedalam darah. Bergantungpada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru, otot, dan lain – lain.
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier absorbsi adalah membran epitel saluran cerna yang seperti halnya semua membran sel epitel saluran cerna, yang seperti halnya semua membran sel ditubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan demikian, agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus memiliki kelarutan lemak (setelah terlebih dulu larut dalam air).
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran atau biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis atau keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping factor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya.
Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan, dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan.
Perbedaan antara tikus dan manusia cukup besar. Memang suatu percobaan farmakologi maupun toksikologi hanya dapat berarti bila dilakukan pada manusia sendiri. Tetapi pengalaman telah membuktikan bahwa hasil percobaan farmakologi pada hewan coba dapat diekstrapolasikan pada manusia bila beberapa spesies hewan pengujian menunjukkan efek farmakologi yang sama.
Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan, yaitu :
1)      Hewan liar.
2)      Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka.
3)      Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistim   barrier (tertutup).
4)      Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman.
Semakin meningkat cara pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman.
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan  hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain :
a)      Faktor internal pada hewan percobaan sendiri :
·         Umur
·         Jenis kelamin
·         Bobot badan
·         Keadaan kesehatan
·         Nutrisi
·         Sifat genetik
b)      Faktor – faktor lain yaitu :
·         Lingkungan
·         Keadaan kandang
·         Suasana kandang
·         Populasi dalam kandang
·         Keadaan ruang tempat pemeliharaan,
·         Pengalaman hewan percobaan sebelumnya
·         Suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan
·         Cara pemeliharaannya
Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu.
Mencit merupakan hewan yang sudah tidak asing lagi bagi manusia. Tetapi sebagian besar manusia bahkan dikalangan mahasiswa pun tidak menegetahui bagaimana cara memperlakukan mencit dengan benar. Oleh karena itu dilakukanlah suatu percobaan, yang dimana percobaan ini mengenai “bagaimana pemberian obat pada hewan” dalam hal ini hewan uji yang digunakan adalah mencit. Karena mencit merupakan tikus rumah yang mudah ditangani dan memiliki sifat penakut atau fotofobik, sedangkan tikus tidak bersifat fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, dan jika merasa tidak aman akan menjadi liar dan galak, kemudian tikus jika menggigit sangat dalam dan gigitannya sulit dilepaskan.
          Dalam memilih hewan uji, sebelumnya kita harus mengetahui bagaimana cara memperlakukan mencit dengan benar, harus mengetahui sifat-sifat hewan yang akan diujikan, serta bagaimana cara memberikan obat kepada hewan tersebut. Pada praktikum kali ini, hewan yang akan dijadikan percobaan adalah mencit (Mus musculus), kita akan mempraktikkan bagaimana cara pemberian obat yang benar pada mencit dengan beberapa cara. Oleh karena itu, kita melakuakn percobaan ini agar kita dapat mengetahui bagaimana cara pemberian obat pada hewan uji dengan benar.
Mayoritas mencit laboratorium adalah strain albino yang mempunyai bulu putih dan merah muda. Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar keringat, jantung terdiri atas empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang lebih tebal. Percobaan dalam menangani hewan yang akan diuji cenderung memilki karakteristik yang berbeda.
Pemberian obat per oral merupakan pemberian obat paling umum dilakukan karena relatif mudah dan praktis serta murah. Kerugiannya ialah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya (faktor obat, faktor penderita, interaksi dalam absorpsi di saluran cerna). Intinya absorpsi dari obat mempunyai sifat-sifat tersendiri. Beberapa diantaranya dapat diabsorpsi dengan baik pada suatu cara penggunaan, sedangkan yang lainnya tidak.


IV.             Alat dan Bahan
4.1.Alat
Ø  Kandang mencit
Ø  Sarung tangan steril
Ø  Jarum suntik
Ø  Sonde oral

4.2.Bahan
Ø  Mencit
Ø  Alkohol
Ø  Aquadestillata
Ø  Tisu /kapas

V.                Prosedur
5.1.Cara Memegang Mencit
Mengangkat ujung ekor mencit dengan tangan kanan, meletakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin (misalnya ram kawat pada penutup kandang), jangan sampai mencit stress dan ketakutan lalu mengelus – elus mencit dengan jari telunjuk tangan kiri. Kemudian menarik kulit pada bagian tengkuk mencit dengan jari tengah dan ibu jari tangan kiri, dan tangan kanan memegang ekornya lalu membalikkan tubuh mencit sehingga menghadap ke kita dan menjepit ekor dengan kelingking dan jari manis tangan kiri.

5.2.Cara Pemberian Obat (Oral)
Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang ujungnya tumpul (sonde).Memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking. Sebelum memasukkan sonde oral, posisi kepala dan keadaan mulut harus diperhatikan. Ketika hewan dipegang dengan posisi terbalik pastikan posisi kepala menengadah atau posisi dagu sejajar dengan tubuh dan mulut terbuka sedikit. Selipkan sonde oral yang telah diisi aquadestillata dekat ke langit – langit mulut mencit. Kemudian luncurkan ke esofagus. Dan desakkan larutan keluar dari jarum oral. Amati yang terjadi.

VI.             Data Pengamatan

______


VII.          Pembahasan
Pada praktikum kali ini akan mempraktekkan bagaimana cara pemberian obat yang benar terhadap hewan percobaan. Cara pemberian obat ini banyak macamnya mulai dari cara pemberian oral, dan ada juga pemberian obat lewat suntikan seperti Intravena, intramuskular, subkutan, intraperitonial dan lain – lain. Akan tetapi yang dilakukan sekarang adalah dengan cara pemberian obat secara oral, karena cara pemberian obat ini adalah cara yang banyak dan biasa dilakukan pada hewan percobaan.
Pertama – tama kita siapkan terlebih dahulu hewan yang akan diberikan obatnya yaitu mencit. Cara memegang mencit yang baik adalah letakkan mencit di kawat atau permukaan yg kasar tujuannya agar mencit bisa mencengkram bagian kawat kemudian pegang ekornya menggunakan tangan kiri, kemudian tarik sebagian kulit punggung dari mencit lalu balikkan badannya sehingga wajahnya menghadap ke kita. Kemudian hal – hal yg harus di perhatikan bila ingin memegang hewan - hewan percobaan ini adalah harus menggunakan sarung tangan dan masker. Tujuan menggunakan sarung tangan adalah untuk mengurangi kontaminasi langsung dengan tikus / mencitnya. Karena ditakutkan adanya bakteri pada tubuh hewan tersebut, kemudian untuk menjaga agar bila tikus / mencitnya menggigit tidak langsung terkena kulit tangan kita, akan tetapi terkena sarung tangannya lebih dahulu.
Setelah itu kita siapkan alat suntik yang jarumnya diganti dengan sonde. Kemudian dipasanglah sonde oralnya. Sonde yang akan digunakan harus steril, maka di bilas terlebih dahulu dengan alkohol agar tidak ada kuman, bakteri ataupun kotoran lain. Lalu di keringkan dengan menggunakan tisu. Sehingga sonde yang sterilpun telah siap digunakan.
Adapun hal yang sangat perlu diperhatikan pada saat mengisi alat sondenya. Pastikan pada bagian ujung sonde tidak ada gelembung udara, jika ada udara keluarkan udaranya dengan cara menekan pistonnya ke arah atas. Mengapa tidak boleh ada gelembung udara? Hal ini dikarenakan apabila terdapat gelembung udara, maka akan menyebabkan emboli atau penyumbatan sirkulasi darah oleh gelembung udara yang berbahaya bagi hewan percobaan.
Karena ini baru tahap percobaan pemasukan larutan lewat oral terhadap hewan percobaan, maka larutan yang akan di uji bukanlah larutan yang mengandung zat aktif seperti obat, melainkan aquadestillata (air). Lalu siapkan sonde oralnya untuk di isi dengan aquadestillata. Kemudian masukkan alat sonde ke dalam rongga mulut mencit dan diselipkan ke dekat langit – langit mulutnya hingga menemukan lubang tertentu lalu diluncurkan agar masuk ke esofagus dan dikeluarkanlah larutan dari alat sondenya.
Sebaiknya sebelum praktikum harus dipelajari terlebih dahulu bagian – bagian tubuh dari mencit agar pada saat memasukkan sonde oral ke dalam mulut mencit tepat masuk kedalam saluran yang menuju esofagus, bukan saluran tenggorokan yang menuju paru – paru. Mencit yang sudah berhasil dimasukkan larutan dengan menggunakan sonde oral di beri tanda.
Setelah melakukan praktikum tersebut, praktikan wajib membersihkan tangan dengan antibakteri (hand sanitizer) atau langsung mencuci tangan dengan sabun. Agar kuman atau bakteri yang ada pada mencit dan tikus tidak masuk ke dalam tubuh.
Jika praktikan terkena gigitan dari hewan tersebut, maka harus cepat – cepat di bersihkan dengan sabun dan bila perlu langsung di beri alkohol pada bagian yang terluka. Hal ini karena alkohol dapat menghentikan proses pendarahan yang berlangsung.

VIII.       Kesimpulan
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa perlunya mempelajari topografi hewan percobaan yang akan digunakan agar pemberian obat yang dilakukan tidak salah sasaran dan menuju daerah yang tepat. Praktikum kali ini hewan yang dicoba adalah mencit dengan cara pemberian dari sonde oral yang berisi aquadest. Perlu ketelitian yang tinggi, karena jika salah maka akan mengenai paru – paru hewan percobaan dan akan menyebabkan kematian.


IX.             Daftar Pustaka
Anonim. 2011. Mencit. http://www.wikipedia. /ensiklopedia/mencit/html. Diakses pada tanggal 20 November 2011
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Katzung, Bertram G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Tim pengajar. 2011. Praktikum perkembangan Hewan pemberian Obat pada hewan Uji. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.


1 komentar: