CARA PEMBERIAN
OBAT
I.
Tujuan
1.
Untuk dapat
mengenal teknik – teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian.
2.
Untuk dapat
menyadari berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya.
3.
Untuk dapat
menyatakan konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian obat terhadap
efeknya.
II.
Prinsip
Berdasarkan rute
pemberian obat pada hewan percobaan beserta pengaruhnya atau efek obat yang
diberikan pada hewan tersebut.
III.
Teori
Dalam arti luas
farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat
proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa tersebut
disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan
resiko penggunaan obat. Karena itu dikatakan farmakologi merupakan seni menimbang ( the art of weighing).
Obat didefinisikan
sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis
penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat
seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan hewan coba.
Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu cara
membuat, menformulasi, menyimpan dan menyediakan obat.
Rute pemberian obat (
Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek
obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang
berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena
jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang
terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah
obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda,
tergantung dari rute pemberian obat.
Bentuk sediaan yang
diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan
demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan
obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik
diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang
efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep.
Rute pemberian obat
menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk kedalam tubuh, sehingga
merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang
merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu :
1)
Jalur Enternal
Jalur enteral berarti
pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI), seperti pemberian obat
melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral. Pemberian melalui oral
merupakanjalur pemberianobat paling banyak digunakankarena paling murah, paling
mudah, dan paling aman. Kerugian dari pemberian melalui jalur enternal adalah
absorpsinya lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau
tidak dapat menelan. Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain alasan
di atas juga alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan
dianjurkan jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk kepentingan
emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan secara enteral.
2)
Jalur Parenteral
Parenteral berarti
tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah transdermal (topikal),
injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam trakea menggunakan endotrakeal
tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat menimbulkan efek
sistemik atau lokal.
Abrobsi merupakan
proses masuknya obat dari tempat pemberian kedalam darah. Bergantungpada cara
pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan
rectum), kulit, paru, otot, dan lain – lain.
Absorbsi sebagian besar
obat secara difusi pasif, maka sebagai barier absorbsi adalah membran epitel
saluran cerna yang seperti halnya semua membran sel epitel saluran cerna, yang
seperti halnya semua membran sel ditubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan
demikian, agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus
memiliki kelarutan lemak (setelah terlebih dulu larut dalam air).
Penggunaan hewan
percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran atau biomedis telah
berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan
haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis atau keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya,
disamping factor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan
reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.
Cara memegang hewan
serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan
dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat
hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya
akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini
akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya)
dan juga bagi orang yang memegangnya.
Cara pemberian obat
melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan parenteral
tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan, dan
intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian
secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri,
intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung
masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor site) cara
pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui
kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas
farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan
memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan.
Perbedaan antara tikus
dan manusia cukup besar. Memang suatu percobaan farmakologi maupun toksikologi
hanya dapat berarti bila dilakukan pada manusia sendiri. Tetapi pengalaman
telah membuktikan bahwa hasil percobaan farmakologi pada hewan coba dapat
diekstrapolasikan pada manusia bila beberapa spesies hewan pengujian
menunjukkan efek farmakologi yang sama.
Ditinjau dari segi
sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktor keturunan dan
lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat/karakteristik hewan
percobaan, maka ada 4 golongan hewan, yaitu :
1)
Hewan liar.
2)
Hewan yang
konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka.
3)
Hewan yang bebas
kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistim barrier (tertutup).
4)
Hewan yang bebas
sama sekali dari benih kuman.
Semakin meningkat cara
pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan. Dengan
demikian, apabila suatu percobaan dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar,
hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah
maupun hewan yang bebas kuman.
Penanganan hewan
percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan
berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif
dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, antara lain :
a)
Faktor internal
pada hewan percobaan sendiri :
·
Umur
·
Jenis kelamin
·
Bobot badan
·
Keadaan
kesehatan
·
Nutrisi
·
Sifat genetik
b)
Faktor – faktor
lain yaitu :
·
Lingkungan
·
Keadaan kandang
·
Suasana kandang
·
Populasi dalam
kandang
·
Keadaan ruang
tempat pemeliharaan,
·
Pengalaman hewan
percobaan sebelumnya
·
Suplai oksigen
dalam ruang pemeliharaan
·
Cara
pemeliharaannya
Keadaan faktor–faktor
ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap senyawa
bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan
dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping
itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi
respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi
kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada
bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan
digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa
bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu.
Mencit merupakan hewan
yang sudah tidak asing lagi bagi manusia. Tetapi sebagian besar manusia bahkan
dikalangan mahasiswa pun tidak menegetahui bagaimana cara memperlakukan mencit
dengan benar. Oleh karena itu dilakukanlah suatu percobaan, yang dimana
percobaan ini mengenai “bagaimana pemberian obat pada hewan” dalam hal ini
hewan uji yang digunakan adalah mencit. Karena mencit merupakan tikus rumah
yang mudah ditangani dan memiliki sifat penakut atau fotofobik, sedangkan tikus
tidak bersifat fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, dan jika merasa
tidak aman akan menjadi liar dan galak, kemudian tikus jika menggigit sangat
dalam dan gigitannya sulit dilepaskan.
Dalam memilih hewan uji, sebelumnya
kita harus mengetahui bagaimana cara memperlakukan mencit dengan benar, harus
mengetahui sifat-sifat hewan yang akan diujikan, serta bagaimana cara
memberikan obat kepada hewan tersebut. Pada praktikum kali ini, hewan yang akan
dijadikan percobaan adalah mencit (Mus musculus), kita akan mempraktikkan
bagaimana cara pemberian obat yang benar pada mencit dengan beberapa cara. Oleh
karena itu, kita melakuakn percobaan ini agar kita dapat mengetahui bagaimana
cara pemberian obat pada hewan uji dengan benar.
Mayoritas mencit
laboratorium adalah strain albino yang mempunyai bulu putih dan merah muda.
Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar keringat, jantung terdiri
atas empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang
lebih tebal. Percobaan dalam menangani hewan yang akan diuji cenderung memilki
karakteristik yang berbeda.
Pemberian obat per oral
merupakan pemberian obat paling umum dilakukan karena relatif mudah dan praktis
serta murah. Kerugiannya ialah banyak faktor dapat mempengaruhi
bioavailabilitasnya (faktor obat, faktor penderita, interaksi dalam absorpsi di
saluran cerna). Intinya absorpsi dari obat mempunyai sifat-sifat tersendiri.
Beberapa diantaranya dapat diabsorpsi dengan baik pada suatu cara penggunaan,
sedangkan yang lainnya tidak.
IV.
Alat dan Bahan
4.1.Alat
Ø Kandang mencit
Ø Sarung tangan steril
Ø Jarum suntik
Ø Sonde oral
4.2.Bahan
Ø Mencit
Ø Alkohol
Ø Aquadestillata
Ø Tisu /kapas
V.
Prosedur
5.1.Cara Memegang Mencit
Mengangkat ujung ekor mencit dengan tangan kanan,
meletakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin (misalnya ram kawat
pada penutup kandang), jangan sampai mencit stress dan ketakutan lalu mengelus
– elus mencit dengan jari telunjuk tangan kiri. Kemudian menarik kulit pada
bagian tengkuk mencit dengan jari tengah dan ibu jari tangan kiri, dan tangan
kanan memegang ekornya lalu membalikkan tubuh mencit sehingga menghadap ke kita
dan menjepit ekor dengan kelingking dan jari manis tangan kiri.
5.2.Cara Pemberian
Obat (Oral)
Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum
suntik yang ujungnya tumpul (sonde).Memegang mencit dengan menjepit bagian
tekuk menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari
manis dan kelingking. Sebelum memasukkan sonde oral, posisi kepala dan keadaan
mulut harus diperhatikan. Ketika hewan dipegang dengan posisi terbalik pastikan
posisi kepala menengadah atau posisi dagu sejajar dengan tubuh dan mulut
terbuka sedikit. Selipkan sonde oral yang telah diisi aquadestillata dekat ke
langit – langit mulut mencit. Kemudian luncurkan ke esofagus. Dan desakkan
larutan keluar dari jarum oral. Amati yang terjadi.
VI.
Data Pengamatan
______
VII.
Pembahasan
Pada praktikum kali ini
akan mempraktekkan bagaimana cara pemberian obat yang benar terhadap hewan
percobaan. Cara pemberian obat ini banyak macamnya mulai dari cara pemberian
oral, dan ada juga pemberian obat lewat suntikan seperti Intravena,
intramuskular, subkutan, intraperitonial dan lain – lain. Akan tetapi yang
dilakukan sekarang adalah dengan cara pemberian obat secara oral, karena cara
pemberian obat ini adalah cara yang banyak dan biasa dilakukan pada hewan
percobaan.
Pertama – tama kita
siapkan terlebih dahulu hewan yang akan diberikan obatnya yaitu mencit. Cara
memegang mencit yang baik adalah letakkan mencit di kawat atau permukaan yg
kasar tujuannya agar mencit bisa mencengkram bagian kawat kemudian pegang
ekornya menggunakan tangan kiri, kemudian tarik sebagian kulit punggung dari
mencit lalu balikkan badannya sehingga wajahnya menghadap ke kita. Kemudian hal
– hal yg harus di perhatikan bila ingin memegang hewan - hewan percobaan ini
adalah harus menggunakan sarung tangan dan masker. Tujuan menggunakan sarung
tangan adalah untuk mengurangi kontaminasi langsung dengan tikus / mencitnya.
Karena ditakutkan adanya bakteri pada tubuh hewan tersebut, kemudian untuk
menjaga agar bila tikus / mencitnya menggigit tidak langsung terkena kulit
tangan kita, akan tetapi terkena sarung tangannya lebih dahulu.
Setelah itu kita siapkan
alat suntik yang jarumnya diganti dengan sonde. Kemudian dipasanglah sonde oralnya.
Sonde yang akan digunakan harus steril, maka di bilas terlebih dahulu dengan
alkohol agar tidak ada kuman, bakteri ataupun kotoran lain. Lalu di keringkan
dengan menggunakan tisu. Sehingga sonde yang sterilpun telah siap digunakan.
Adapun hal yang sangat
perlu diperhatikan pada saat mengisi alat sondenya. Pastikan pada bagian ujung
sonde tidak ada gelembung udara, jika ada udara keluarkan udaranya dengan cara
menekan pistonnya ke arah atas. Mengapa tidak boleh ada gelembung udara? Hal
ini dikarenakan apabila terdapat gelembung udara, maka akan menyebabkan emboli
atau penyumbatan sirkulasi darah oleh gelembung udara yang berbahaya bagi hewan
percobaan.
Karena ini baru tahap
percobaan pemasukan larutan lewat oral terhadap hewan percobaan, maka larutan
yang akan di uji bukanlah larutan yang mengandung zat aktif seperti obat,
melainkan aquadestillata (air). Lalu siapkan sonde oralnya untuk di isi dengan
aquadestillata. Kemudian masukkan alat sonde ke dalam rongga mulut mencit dan
diselipkan ke dekat langit – langit mulutnya hingga menemukan lubang tertentu lalu
diluncurkan agar masuk ke esofagus dan dikeluarkanlah larutan dari alat
sondenya.
Sebaiknya sebelum
praktikum harus dipelajari terlebih dahulu bagian – bagian tubuh dari mencit
agar pada saat memasukkan sonde oral ke dalam mulut mencit tepat masuk kedalam
saluran yang menuju esofagus, bukan saluran tenggorokan yang menuju paru – paru.
Mencit yang sudah berhasil dimasukkan larutan dengan menggunakan sonde oral di
beri tanda.
Setelah melakukan
praktikum tersebut, praktikan wajib membersihkan tangan dengan antibakteri
(hand sanitizer) atau langsung mencuci tangan dengan sabun. Agar kuman atau
bakteri yang ada pada mencit dan tikus tidak masuk ke dalam tubuh.
Jika praktikan terkena
gigitan dari hewan tersebut, maka harus cepat – cepat di bersihkan dengan sabun
dan bila perlu langsung di beri alkohol pada bagian yang terluka. Hal ini
karena alkohol dapat menghentikan proses pendarahan yang berlangsung.
VIII.
Kesimpulan
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa
perlunya mempelajari topografi hewan percobaan yang akan digunakan agar
pemberian obat yang dilakukan tidak salah sasaran dan menuju daerah yang tepat.
Praktikum kali ini hewan yang dicoba adalah mencit dengan cara pemberian dari
sonde oral yang berisi aquadest. Perlu ketelitian yang tinggi, karena jika
salah maka akan mengenai paru – paru hewan percobaan dan akan menyebabkan
kematian.
IX.
Daftar Pustaka
Anonim. 2011. Mencit. http://www.wikipedia. /ensiklopedia/mencit/html. Diakses
pada tanggal 20 November 2011
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Katzung, Bertram G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Tim pengajar. 2011. Praktikum perkembangan Hewan pemberian Obat pada hewan Uji.
Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Terima kasih infonya, sangat membantu hehehehe :*
BalasHapus